PSSI Diminta Kompak demi Kebangkitan Timnas Indonesia di 2026

AnakBola.org – Ketika Timnas kalah, yang ikut berdebar bukan cuma pemain—tapi seluruh negeri. Sepanjang 2025, hasil di berbagai level membuat banyak suporter merasa kembali ke titik yang tidak diinginkan. Di tengah sorotan itu, suara keras muncul: PSSI harus kembali solid jika ingin mengangkat Tim Garuda
Rasa Rindu pada Era yang Membuat Publik Percaya Lagi
Keterpurukan prestasi sepak bola Indonesia setahun terakhir memantik reaksi publik yang ingin Tim Garuda bangkit di semua level. Banyak pencinta bola mengingat masa ketika animo terhadap Timnas meningkat, terutama saat gaya bermain dianggap spartan, tak kenal lelah, dan membuat publik kembali percaya.
Namun, kebanggaan itu disebut memudar setelah keputusan PSSI mengganti Shin Tae-yong beserta staf asal Korea Selatan, lalu mendatangkan Patrick Kluivert bersama tim kepelatihan asal Belanda—langkah yang oleh sebagian pihak dinilai sebagai kesalahan besar karena pencapaian era sebelumnya terasa seperti ikut “terhapus” oleh rangkaian hasil buruk.
Dari U-20 sampai SEA Games: Rangkaian Hasil yang Menggerus Optimisme
Sorotan dimulai dari performa Timnas Indonesia U-20 di Piala Asia U-20 yang dianggap mengecewakan. Setelah itu, Timnas Indonesia U-23 juga disorot karena permainan yang dinilai menjemukan, hingga berujung kegagalan menjuarai Piala AFF U-23 dan tak lolos ke Kualifikasi Piala Asia U-23.
Kegagalan ini terasa kontras dengan periode sebelumnya, ketika Timnas Indonesia U-23 mampu menjadi semifinalis Piala Asia U-23 2024 dan hampir lolos ke Olimpiade Paris 2024 usai playoff melawan Guinea U-23. Di level senior, Patrick Kluivert juga disebut-sebut sebagai pihak yang dianggap ikut bertanggung jawab atas hasil di Kualifikasi Piala Dunia 2026.
Terbaru, kegagalan Timnas Indonesia U-22 di ajang SEA Games Thailand menambah daftar kekecewaan, sekaligus memunculkan isu keretakan di internal federasi.
Saat Saling Tuding Muncul, Alarm untuk Federasi Berbunyi
Di tengah hasil yang tidak memuaskan, muncul kabar petinggi PSSI saling tuding soal sumber masalah. Nama Ketua Umum PSSI Erick Thohir dan wakilnya Zainudin Amali ikut disebut sebagai sasaran kritik dalam dinamika tersebut.
Pengamat sepak bola asal Malaysia, Raja Isa Raja Akram Shah, menilai situasi ini harus segera ditangani dengan cara yang lebih dewasa: seluruh manajemen PSSI—dari ketua umum, jajaran, hingga Exco—perlu duduk bersama “di satu meja bundar” untuk menentukan arah sepak bola Indonesia dan mengembalikan prestasi Timnas yang sedang menurun.
Kuncinya Kompak, Bukan Sekadar Cari Kambing Hitam
Raja Isa menekankan soliditas sebagai fondasi utama agar federasi bisa fokus membuat keputusan bersama, bukan terjebak pada friksi internal. Menurutnya, PSSI harus kompak terutama dalam menentukan kebijakan teknis yang berdampak langsung pada tim, termasuk memilih pelatih yang tepat.
Ia juga mengingatkan bahwa keputusan penting tak bisa diambil dengan setengah hati, karena publik sepak bola Indonesia menaruh ekspektasi tinggi—dan kekecewaan pun mudah membesar ketika hasil tidak sejalan dengan harapan.
Pelatih Baru Boleh Siapa Saja, Tapi Wajib Mengerti Karakter Indonesia
Soal sosok pelatih, Raja Isa menyatakan Timnas Indonesia tidak harus kembali ke Shin Tae-yong. Siapa pun bisa memimpin, asalkan punya rekam jejak prestasi yang baik di level internasional dan—yang ia tekankan berulang—benar-benar memahami karakter sepak bola Indonesia.
Baginya, sepak bola di Indonesia punya posisi khusus: olahraga nomor satu yang menjadi pembicaraan semua orang. Raja Isa bahkan menyebut Indonesia seperti “Brasil-nya Asia”, karena sepak bola dianggap martabat dan citra yang harus dijaga, sementara publik ingin Timnas Indonesia selalu menang.
